Sebuah warung kopi, tepat di utara Pabrik Gula Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, ada obroral kecil antara pembeli kopi dengan pembeli kopi lainnya. Mereka ngobrol tentang masa depan klub kesayangan Aremania, Arema dan klub kesayangan Ngalamania, Persema.
Maklum, obroral beberapa pembeli kopi di warung kopi pingggir jalan raya Krebet, yang warungnya dikelola bu Tina itu, tersedia koran lokal dan regional Jawa Timur. Sehabis membaca berita olahraga di dua koran tersebut, lalu muncul pertanyaan, "Gimana nasib Arema dan Persema ya?" tanya pria bernama Jalal (53), kepada teman ngopi di sebelahnya yang juga asyik membaca koran itu.
"Kan sudah positif, Persema mundur dari ISL. Itu kata pak Peni. Bahkan yang akan diturunkan di LPI adalah tim senior katanya. Kalau Arema tetap menolak keras gabung ke LPI," jawab pria yang bernama Surahman (45), warga Senggrong Krebet itu, memberi tahu kepada Jalal, di sebelahnya.
"Kenapa Arema kok tidak mau bergabung dengan LPI ya? Padahal kalau mau pasti banyak mendapatkan uang dari LPI. Katanya akan diberi uang sebagai modal awal senilai Rp 5 Miliar. Kok tidak mau. Kan bisa menurunkan pemain U21-nya?" tanya Jalal lagi.
"Saya tidak tahu. Mengapa Arema menolaknya. Padahal manajemen sendiri tak ada uang. Gaji pemain saja sudah berapa bulan belum dibayar. Mungkin tak mau gabung LPI, karena gengsi, dan LPI itu hanya saingan ISL saja. Apalagi LPI itu hanya diikuti tim yang belum teruji kemampuannya," kata Surahman serius, terlihat layaknya pengamat bola, memberi penjelasan kepada Jalal, yang saat itu memakai kaos warna cokelat liris-liris hitam.
Yang membuat Arema tak mau bergabung LPI cerita Surahman, karena mayoritas Aremania menolaknya. "Mengapa menolak?" celetuk Jalal. "Ya karena selain LPI bukan lahir dari PSSI, juga di LPI itu ada Persebaya. Aremania musuhan dengan Bonek," jawab Surahman sembari menyantap kopi panas yang sudah dipesan di depannya.
"Saya tidak tahu, kenapa Aremania itu benci sekali ke Bonek. Begitu juga bonek. Mengapa benci banget ke Aremania," kata Surahman bernada bertanya dan juga bunging mengapa kebencian antara Aremania dan Bonek itu.
Dari obrolan antara Jalal dan Surahman di warung kopi tersebut, menginginkan penulis alangkah indahnya jika Aremania dan Bonek segera duduk bersama untuk berdamai. Mustahil, antara Aremania dan Bonek itu tak bisa berdamai. Lalu bagaimana caranya?
Melihat berbagai kejadian yang dialami Arema dan Persebaya beberapa tahun lalu, misalnya pada saat penggawa Arema dikecewakan oleh salah satu pemain yang dibesarkan Persebaya Surabaya, Bejo Sugiantoro misalnya.
Bejo lebih memilih bergabung ke Prsebaya dari pada ke Arema. Padahal, sebelum resmi bergabung dengan Persebaya di Divisi Utama Ligina X, Bejo sudah melakukan proses negosiasi dengan Arema usai habis masa skorsing dari PSSI.
Bahkan, Bejo sudah menerima uang muka dari Arema. Namun, menjelang pendaftaran pemain ke PSSI, Bejo berubah pikiran. Pemain asal Sidoarjo itu membatalkan rencana gabung dengan Arema. Hal itulah membuat penggawa Arema marah. Karena Bejo telah menelikung Arema. Ia telah tanda tangan kontrak dengan Persebaya.
Dengan sikap Bejo itu, pihak Manajemen Arema melayangkan surat protes kepada Persebaya melalui Ketua Harian Persebaya almarhum H Santo. Ketegangan terus berlanjut. Namun ada pemikiran ketegangan tersebut segera berakhir, akhirnya muncul ide bagaimana kedua kubu itu berdamai.
KH Hasyim Muzadi menjadi 'wasit' dalam perselisihan tersebut. Rumah mantan ketua PB NU itu menjadi tempat rekonsilisaisi antara Arema dan Persebaya, pada tanggal 11 November 2003 lalu. Dari kubu Arema hadir ketua Yayasan Arema saat itu, Darjoto Setiawan, Sekum Yayasan Satrija Budi Wibawa, sedangkan di kubu Persebaya hadir seorang diri Wakil Ketua Harian Persebaya H Santo.
"Bagaimana suporter bisa damai kalau pimpinannya gontok-gontokan," kata Kiai Hasyim saat itu, seperti yang dinukil penulis dari sebuh koran lokal di Malang, yang dibelinya dari toko buku bekas di Jl Wilis Kota Malang.
Maklum, pertemuan itu dilakukan di bulan yang tergolong sejuk. Yakni pada bulan Ramadhan. Usai pertemuan itu, kepada para kuli tinta, H Santo mengatakan, "Saya sungguh tak menduga Arema begitu mudah memaafkan kami. Ini mungkin berkah bulan Ramadhan," kata H Santo saat itu.
Dari secuil kisah masa lalu perselisihan Arema dengan Persebaya itu? Mencul pertanyaan, adakah tokoh yang siap mendamaikan Aremania dengan Bonek? Kalau hal ini terus berlanjut, tak mustahil, suporter sepakbola Indonesia akan terus mengalami permusuhan yang berkepanjangan.
Tak sedikit, para pecinta sepakbola yang juga tidak suka kalau Aremania memadati Stadion, menyaksikan tim kesayangannya Arema selalu muncul kalimat ejekan dan bahkan mencaci maki Bonek. Kata narsis selalu terlontar. Walaupun tak berlaga dengan Persebaya, selalu muncul kalimat tersebut.
Begitu juga, tak jarang Bonek yang juga masih mencaci maki Aremania. Hal ini harus segera diakhiri. Wajar penulis mengajak kepada semua komponen, penggila sepakbola, para suporter dan bahkan para tokoh-tokoh agama yang tak suka perkelahian dan permusuhan. Bagaimanapun caranya, harus dicarikan solusinya agar Aremania dengan Bonek bisa berdamai.
Apalagi, di tahun 2011 nanti, kompetisi Indonesia Super League (ISL) sudah memiliki tandingan yakni Liga Primer Indonesia (LPI), yang akan mulai berkompetisi pada awal Januari 2011 nanti. "Damai dan Damai sesama suporter Indonesia. Mari kita jaga nama baik suporter Indonesia".
Setiap kali penulis melakukan peliputan di Stadion Gajayana Kota Malang dan juga di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, saat mendengar nyanyian yang mencaci Bonek dari para Aremania, selalu teringat pada maklumat yang dibuat Manajer Arema Satrija Budi Wibawa.
Maklumat tersebut dikeluarkan pada saat Arema mendapat sanksi dari Komdis PSSI tahun 2008 lalu, dan sanksi kepada Aremania. Ini maklumat Arema itu adalah:
Arema mundur jika Arema, Alexander Pulalo, dan Aremania dihukum. Sudah tidak ada gunanya kompetisi. Komdis sewenang-wenang dan sudah terlibat langsung merusak iklim kompetisi yang tidak jelas ini dengan mengedepankan ketidakadilan.
Arema mundur sebagai bentuk solidaritas Aremania yang telah bersama-sama berjuang selama bertahun-tahun. Arema sangat berharap ketua Umum PSSI dengan bijaksana bisa menyelamatkan Arema-Aremania sebagai aset sepakbola nasional.
Demikian pula, Arema menaruh harapan yang sama lepada BLI agar turut menyelamatkan Arema-Aremania dari sanksi ngawur komdis dan kepentingan sempit yang justru merusak sepakbola nasional. Jangan sampai PSSI dan BLI menjadi rusak hanya karena keputusan Komdis yang sangat sepihak tanpa mempertimbangkan rasa keadilan.
Penulis tidak tahu harus dimulai dari mana untuk mendamaikan Aremania dengan Bonek itu. Tetapi yang jelas, Soebekti, pengurus Arema pertama, punya selogan tri Sukses. Yakni, Arema harus sukses dalam penyelenggaraan dalam arti pertandingan aman dan tertib.
Selain itu, sukses pertandingan dalam arti tiket laku sesuai target. Selanjutnya adalah, sukses pertandingan dalam arti Arema memenangkan pertandingan, dengan dukungan penuh suporter setianya Aremania. Penulis yakin, Aremania dan Bonek siap berdamai kalau dimotori oleh para tokoh-tokoh berpengaruh, di Malang dan juga di Surabaya. Semoga terjadi. Aremania versus Bonek Berdamailah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar