Selasa, 02 Oktober 2012

Ternyata, Peran Ayah Lebih Berpengaruh Daripada Ibu



[imagetag]

UNTUK beberapa dekade, peneliti psikologi dan peneliti lain mengasumsikan ikatan ibu-anak adalah hal yang paling penting dalam dunia anak-anak. Peneliti memfokuskan dalam studi tentang hubungan, dan bagaimana seorang anak menyalahkan ibunya.

Namun dalam dekade terakhir, ilmuan mengembangkan studi tentang seberapa besar peran ayah . Seperti perempuan, tubuh seorang ayah bertanggung jawab terhadap kebapakannya, dan gaya orang tua yang memberi pengaruh kepada anaknya.

"Sekarang kami menemukan bukan hanya pengaruh ayah, tapi kadang ayah lebih memengaruhi perkembangan anaknya daripada ibunya," kata Ronald Rohner, Directur Center for the Study of Interpersonal Acceptance and Rejection di the University of Connecticut.

Rohner bersama koleganya telah mengkaji kembali tentang studi orang tua yang diterima dan ditolak di seluruh dunia dalam beberapa dekade. Hasilnya, tak mengejutkan. Orang tua punya peran lebih terhadap anaknya. Ketika seorang anak kurang dicintai atau mendapat penolakan dari orang tuanya, anak itu akan memiliki sifat bermusuhan, agresif, dan emosi tak stabil. Penolakan orang tua juga dapat menyebabkan rendah diri, perasaan tidak mampu dan pandangan dunia negatif.

"Ini benar terjadi dan harus dipikirkan kedua orang tua," kata Rohner.

Untuk sebagian kasus, kata Rohner, ayah menjadi faktor yang lebih penting daripada Ibu. "Masalah perilaku, kenakalan, depresi, penyalahgunaan zat, dan penyesuaian psikologis, secara keseluruhan semua lebih erat dengan penolakan ayah daripada ibu," kata Rohner.

Di sisi lain, peneliti menemukan kasih sayang ayah kadang memberi pengaruh yang lebih kuat untuk anak daripada ibu.

"Mengetahui anak-anak yang dicintai ayahnya adalah prediktor yang lebih bagus dari akal orang dewasa yang mencari kesejahteraan, kebahagiaan, kepuasan hidup, daripada mengetahui tentang sejauh mana mereka merasa dicintai ibunya," kata Rohner.

Temuan tersebut dirinci Rohner dalam journal Personality and Social Psychology Review edisi Mei.

[]

Sumber

#db4ef9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar